HANTU…Alas…PURWO

……welcome to dunia hantu dan jin……

pahlawan


International Jihad Analysis – Pegunungan Thamghaz, Cina 616 H/ 1219 M. Jenghis Khan, Raja Tartar yang terkenal bengis dan kejam sedang marah manahan emosi. Betapa tidak, dia baru saja mendapat kabar bahwa delegasi para pengusahanya yang membawa banyak harta ke negara Khawarizm Syah telah dibunuh.  Harta yang semula digunakan untuk membeli baju produk negara Khawarizm Syah itupun ludes tak berbekas. Jenghis Khan akhirnya mengirim surat ancaman kepada penguasa Khawarizm Syah, salah satu bagian kekuasaan Islam pada saat itu.

Tindakan penguasa Khawarizm Syah Muhammad di atas, tentu saja melanggar syar’iat Islam. Dalam Islam diharamkan membunuh jiwa satu pun tanpa ada alasan syar’i. Akhirnya kasus pembunuhan delegasi pengusaha Jengis Khan ini memicu perang antara Jenghis Khan melawan Khawarizm Syah Muhammad. Peristiwa ini juga menandai dimulainya invasi pasukan barbar Tartar terhadap wilayah-wilayah Islam. Kaum muslimin sejak saat itu mengalami kerugian yang tidak terhitung, termasuk perubahan sosial, khususnya digantinya hukum-hukum syari’at Islam dengan hukum yang dikenal dengan nama Ilyasiq.

Ilyasiq, Kitab Hukum Ala Jenghis Khan

Ilayasiq, Ilayasa atau Yasiq adalah sebuah kitab undang-undang atau kitab hukum. Ilyasiq dibuat oleh Raja Tartar, Jenggis Khan. Ilayasiq merupakan kumpulan yang sebagiannya diambil dari Taurat orang Yahudi, Injil orang Nashrani, Al Qur’an dan ajaran ahli bid’ah ditembah dengan hasil buah fikirannya lalu dikodifikasikan menjadi sebuah kitab yang disebut Ilyasa atau Yasiq.

Nama Ilyasa dipergunakan oleh bangsa Arab dan memiliki arti berurutan. Tentu saja, isi kitab Ilyasa bertentangan dengan syari’at Islam. Jika Jenghis Khan ingin menulis sesuatu pada kitab tersebut, maka ia naik gunung lalu turun lalu naik dan turun lagi. Begitulah yang ia lakukan hingga ia tak sadarkan diri. Pada saat itulah, ia perintahkan orang yang ada di sisinya untuk menulis apa saja yang ia katakan.

Jenghis Khan memang seorang Raja, bahkan bisa dikatakan seorang Raja terbesar bangsa Tartar. Dia bisa disebut sebagai bapak bangsa Tartar karena meletakkan dasar-dasar hukum bagi rakyatnya. Jenghis Khan sendiri sebenarnya nama atau gelar kebanggaannya. Nama aslinya adalah Bitujin, dan menurut kaidah bangsa Tartar manusia itu tergantung kepada agama raja-rajanya. Padahal menurut Ibnul Atsir dalam Al Kamil Fit Tarikh, bangsa Mongol tidak memeluk salah satu agama Samawi dari ketiga agama Samawi. Padahal mereka hidup dan bergaul dengan pengikut agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Mereka menyembah matahari dan bersujud kepadanya ketika terbit. Syari’at mereka tidak mengharamkan apa pun kepada mereka dan mereka makan hewan apa saja yang mereka temui meski sudah jadi bangkai.

Dr. Muhammad Sayyid Al Wakil dalam bukunya Wajah Dunia Islam menyatakan bahwa kitab Ilyasa adalah kumpulan undang-undang yang disusun oleh Jenghis Khan untuk rakyatnya untuk menjadi undang-undang dasar bagi mereka. Kitab tersebut ia tulis dalam dua jilid dengan huruf tebal dan diangkut dengan unta.

Sebuah kitab suci yang ‘aneh’. Ibu Katsir mengomentari Ilyasiq sebagai berikut :

“Jika yang terjadi demikian, maka kelihatannya syaitanlah yang berbicara lewat mulut-nya yang kemudian ditulis dalam buku tersebut.”

Beberapa contoh ke’aneh’an Kitab Ilyasa adalah sebagai berikut :

1.    Barangsiapa melakukan hubungan di luar nikah, maka harus dibunuh baik ia sudah pernah menikah atau belum.
2.    Barangsiapa melakukan hubungan homoseksual maka dibunuh.
3.    Barangsiapa berdusta dengan sengaja, maka dibunuh.
4.    Barangsiapa menyihir maka dibunuh.
5.    Barangsiapa memata-matai maka dibunuh.
6.    Barangsiapa ikut campur dalam dua orang yang sedang konflik kemudian berpihak kepada salah satunya maka dibunuh.
7.    Barangsiapa buang air kecil di air yang tidak bergerak maka dibunuh.
8.    Barangsiapa mandi di dalamnya maka dibunuh juga.
9.    Barangsiapa memberi makanan atau minuman kepada tawanan perang tanpa seizin yang punya maka dibunuh.
10.    Barangsiapa memberi makanan kepada seseorang maka hendaklah orang tersebut memakannya terlebih dahulu.
11.    Barangsiapa melemparkan jenis makanan kepada seseorang maka dibunuh. Seharusnya ia menyerahkannya dengan tangan ke tangan orang tersebut.
12.    Barangsiapa menyembelih hewan maka ia dibunuh seperti hewan tersebut. Ia harus membelah hatinya dan mengambil hatinya dengan tangannya terlebih dahulu.

Sebagian isi kitab di atas menunjukkan bahwa pembunuhan adalah satu-satunya yang diatur oleh kitab Ilyasa. Seolah-olah tidak ada sangsi hukum lainnya. Hal ini juga menjadi bukti kebatilan kitab atau undang-undang Ilyasa hasil produk seorang Jenghis Khan.

Hukum Ilyasiq : Kufur

Imam Ibnu Katsir mengomentari kitab Ilyasiq dalam tafsirnya (tafsir Al-Azhim) sebagai berikut:

“Allah Ta’ala mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang mantap dan sempurna, meliputi segala kebaikan, yang tercegah dari segala keburukan, lalu orang itu berpaling kepada hukum yang lainnya, yang berasal dari pemikiran-pemikiran dan hawa nafsu dan peristilahan yang dibuat oleh pembesar-pembesar mereka, tanpa sandaran dari syari’at Allah, sebagaimana kaum jahiliyyah berhukum dengannya yang berasal dari kesesatan dan kebodohan yang semua itu diletakkan di atas dasar pandangan-pandangan (logika) dan hawa nafsu mereka. Dan sebagaimana berhukum dengannya pembuat UU (legislatif, dalam hal ini Tartar) berdasarkan siasat kerajaan yang diambil dari mereka, Jengis Khan, yang membuat undang-undang bagi mereka, yang disebut Ilyasiq. Ilyasiq ini berasal dari kompilasi hukum (gado-gado) campuran dari beberapa hukum yang berbeda-beda, yaitu UU Kristen, Yahudi dan sedikit ‘cuilan’ dari hukum Islam dan yang lainnya. Di dalam Ilyasiq pula terdapat banyak ketentuan yang murni berasal dari pandangan dan hawa nafsu Jengis Khan. Kemudian Ilyasiq  dijadikan syari’at yang wajib oleh kalangan keluarga (keturunan mereka/Tartar), yang lebih didahulukan daripada berhukum dengan hukum Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Maka barang siapa melakukan hal tersebut, maka dia kafir, wajib memeranginya  sampai dia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, dan tidak berhukum kepada selain hukum Islam, baik dalam urusan yang sedikit maupun banyak (Ibnu katsir 2/67).

Dalam Al Bidayah Wan Nihayah Imam Ibnu Katsir menjelaskan :

“Barangsiapa meninggalkan hukum yang muhkam (baku) yang diturunkan kepada Muhammad ibnu Abdillah penutup para nabi, dan dia malah merujuk hukum kepada hukum-hukum (Allah) yang sudah dihapus, maka dia kafir. Maka apa gerangan dengan orang yang mengacu kepada Ilyasa (Yasiq) dan dia mendahulukannya daripada ajaran Allah, maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin” (Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119)

Dalam kitabnya yang lain, beliau mengatakan hal yang lebih tajam dari itu. Setelah menerangkan beberapa ajaran Ilyasiq (Alyasa/Iyasa) beliau mengatakan :

”Dan semuanya itu mengikuti syari’at Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya, para nabi shalawat dan kesejahteraan atas mereka. Maka barangsiapa meninggalkan syari’at yang telah tegak yang diturunkan atas Muhammad bin Abdillah penutup para nabi, dan berhukum kepada hukum yang lain dari syari’at-syari’at (hukum) yang telah terhapus maka dia kafir, lalu bagaimana pula (terlebih lagi) dengan orang yang berhukum kepada Ilyasa, maka barangsiapa melakukan hal tersebut, dia telah Kafir berdasarkan Ijma’ kaum muslimin.

Allah Ta’ala berfirman yangartinya:

”Apakah Hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah : 50)

Dan Firman Allah :

”Maka demi Rabb (Tuham)mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa:65).

Pernyataan tersebut cukup jelas tidak samar-samar, bahwa Ibnu Katsir Rahimahullah menyebut Ijma’ (konsensus) kaum Muslimin bahwa barangsiapa meningglkan hukum yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu hukum Islam, lalu berhukum dengan hukum lain yang telah terhapus/mansukh, yaitu hukum kafir, maka dia menjadi kafir. Jika berhukum dengan hukum yang terhapus, saja dalam hal ini misalnya Injil dan Taurat, yang tidak tercampur dengan hukum-hukum (syari’at) lain telah kafir, apalagi berhukum kepada hukum/syari’at yang tercampur dari berbagai syari’at, seperti hukum Ilyasiq dan mendahulukannya daripada hukum/syari’at Islam.

Ilyasiq Modern Sama Kufurnya

Setelah memahami Ilyasiq di masa Tartar, maka saat ini kita melihat banyak sekali Ilyasiq Modern, yakni setiap Undang-Undang atau Undang Undang Dasar, KUHP, dan lain-lain, dimana hukum itu diambil dari orang-orang Nashrani (seperti orang Belanda dengan KUHPnya), hukum adat, dan ada juga sebagian yang diambil dari Islam seperti masalah pernikahan. Tetapi pada prinsipnya, Ilyasiq Modern ini sama saja dengan Ilyasiq tempo dulu, yakni sebuah kompilasi hukum (gado-gado) dan tidak berdasarkan hukum yang diturunkan Allah SWT (syari’at Islam).
Hukum Ilyasiq Modern pun tidak jauh berbeda alias sama. Dengan demikian, siapa saja yang merujuk kepada hukum Ilyasiq Modern ini, maka iapun kafir dengan ijma kaum muslimin.
Orang-orang yang meyakini hukum Belanda, Inggris dan Perancis sebagai kebenaran sekaligus meyakini bahwa para pemberlaku dan penegak hukum-hukum Kafir itu sebagai Waliyul Amri (penguasa) yang wajib dita’ati, maka secara otomatis mereka pun akan terkena hukum kafir alias murtad.

Jihad, Solusi Menghapus Ilyasiq

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

“Sebagian besar manusia bertanya-tanya dengan alasan apakah negara Tartar harus diperangi? Mereka telah masuk Islam dan tidak membangkang terhadap imam.”

Allah Maha Adil dan Berkehendak. Sepeninggal Jenghis Khan yang kejam dalam membantai kaum Muslimin, lahirlah dari keturunannya, yakni Qazan bin Arghun bin Abgha bin Hulako bin Luli bin Jenghis Khan, menjadi penguasa Tartar pertama yang memeluk Islam. Raja Qazan Bin Arghun masuk Islam di hadapan Amir Tuzun, rahimahullah, yang diikuti oleh rakyat Tartar. Peristiwa ini terjadi akhir tahun 694 H/1295 M dan dianggap sebagai hari yang besejarah.

Sayangnya keIslaman raja Qazan Bin Arghun tidak membuatnya berhenti memerangi kaum Muslimin dan meredam ambisinya untuk menguasai wilayah-wilayah kaum Muslimin, termasuk menerapkan kitab hukum kufur Ilyasiq.

Sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu Katsir, ras bangsa Tartar tergolong bangsa yang suka perang, berani, dan tegar dalam peperangan. Komunitas yang tinggal di Asia Tengah ini, diantara danau Baikal dan pengunungan Altani ini (diantara Rusia dan Cina) dikenal juga sebagai bangsa Mongol (bagian dari bangsa Tartar) memiliki sejarah panjang dalam memerangi kaum Muslimin.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah, rahimahullah, menjawab pertanyaan Imam Ibnu Katsir dengan mengatakan :

“Orang-orang Tartar tiada lain seperti orang-orang Khawarij yang membangkang dari Ali Bin Abu Thalib dan Muawiyah Bin Abu Sofyan. Orang-orang Khawarij berpendapat bahwa mereka lebih berhak dalam masalah Ke-khalifah-an daripada Ali Bin Abu Thalib dan Muawiyah Bin Abu Sofyan. Orang-orang Tartar juga berpendapat bahwa mereka lebih berhak menegakkan kebenaran daripada kaum Muslimin lainnya.”

Kalangan ulama dan rakyat puas dengan fatwa Ibnu Taimiyyah tersebut. Hati mereka ikhlas dan termotivasi untuk memerangi pasukan Tartar. Untuk menguatkan fatwanya, Ibnu Taimiyyah berkata :

“Jika kalian lihat saya berada di pihak pasukan Tartar dan di kepalaku terdapat Mushaf, maka bunuhlah aku!” (Al Bidayah wan Nihayah, Jilid XIV hal 24)

Fatwa jihad kepada penguasa Tartar yang dikeluarkan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah dikarenakan penguasa Tartar telah kafir (meskipun mereka telah masuk Islam), karena mereka mengganti syari’at Islam dengan kitab Ilyasiq dan memaksakan penerapan Ilyasiq kepada rakyatnya. Kondisi ini dicatat dalam sejarah bahwa Tartar adalah kaum yang pertama kali menisbahkan diri sebagai orang-orang Islam tetapi berhukum dengan syari’at selain syari’at Islam, yakni berhukum dengan kitab Ilyasiq. Artinya, sebelum bangsa Tartar tidak pernah ada penguasa dalam Islam yang modelnya seperti penguasa Tartar. Ironisnya, di zaman modern ini fenomena penguasa yang mirip dengan penguasa Tartar ini malah marak bermunculan, yakni penguasa-penguasa yang mengaku beragama Islam tetapi membuat dan menjalankan syari’at toghut, bukan syari’at Islam. Nau’dzubillah min dzalik.

Kitab-kitab sejarah mencatat bagaimana peran Syekhul Islam dalam berjihad melawan penguasa Tartar. Beliau tampil sebagai seorang mujahid yang gagah berani disamping keilmuannya yang tinggi. Beliau mengerahkan seluruh kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk mengkondisikan suasana hingga pihak musuh berhenti memerangi mereka atau memenangkan pertarungan.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah menunjukkan kepada kaum muslimin bagaimana seharusnya bersikap kepada penguasa kufur dan para agresor. Beliau menghimbau dan menyemangati kaum muslimin untuk berjihad. Beliau pun tidak hanya sekedar menghimbau dan menyerukan jihad, ketika perang tengah berkecamuk, maka beliau menjadi seorang prajurit yang kesatria.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah setiap malam berjalan mengelilingi benteng pertahanan mengajak kaum muslimin berjihad dan memotivasi mereka agar mereka sabar. Beliau selalu mengingatkan mereka akan ayat-ayat Al Qur’an tentang jihad. Beliau juga memobilisasi dana untuk jihad di jalan Allah dan mempertahankan wilayah kaum Muslimin dan menjaga harta mereka. Beliau mengatakan : “Jika kalian infakkan dana kalian di jalan Allah untuk mengusir musuh, maka itu lebih baik bagi kalian dan lebih besar pahalanya. Beliau menegaskan bahwa jihad melawan pasukan Tartar hukumnya wajib bagi setiap yang mampu.”

Kini, fenomena Ilyasiq modern mengepung kaum Muslimin. Sebagaimana hukum Ilyasiq di masa lalu, maka hukum Ilyasiq Modern pun sama. Jihad memerangi kitab Ilyasiq ini pun harus menjadi opini kaum muslimin. Kaum muslimin harus merasa memiliki tanggung jawab terhadap masalah ini, sehingga tidak hanya dipikul oleh kelompok-kelompok tertentu saja.

Tentu saja, perjuangan ini tidak mudah dan membutuhkan kesabaran. Tahap awal yang patut dilakukan adalah memberikan bayan (penjelasan) atau penyampaian masalah ini secara jelas,  karena perlu penyadaran terhadap masyarakat tentang kenapa penguasa negeri ini dikatakan sebagai penguasa kafir.

Wallahu’alam bis showab!
 

 

[ 25/03/2008 – 05:14 ]
 

Infopalestina: Senin 22 Maret 2004, empat tahun yang lalu, selepas keluar dari masjid usai menunaikan shalat subuh, mobil yang ditumpangi Syaikh Yasin dibombardir tiga rudal yang ditembakan pesawat heli tempur Apache Israel buatan Amerika. Syaikh Yasin gugur syahid bersama delapan orang lainnya. Itulah akhir kehidupan yang memang ia inginkan dan telah menjadi kehendak Allah. Syaikh Yasin gugur syahid setelah menyempurnakan bangunan perlawanan dan merasa tenang karena bangunan tersebut sangat indah, kuat, dan kokoh.

Syaikh Yasin adalah simbul perlawanan dan sekaligus guru para mujahid. Meskipun seluruh sekujur lumpuh dan seluruh hidupnya dibelenggu oleh terali besi namun dia adalah seorang yang penggerak yang membangunkan dunia dan mukmin yang merdeka. Seorang kolomnis asal, Mesir Dr. Kamal al Mishri dalam sebuah artikelnya menyebut Syaikh Yasin sebagai “Al ‘Aqid Alladzi Aqama al ‘Alam” (Orang Lumpuh yang Membangunkan Dunia). Kata Kamal al Mishri, “Ketika Anda melihat (realita fisiknya) kemudian Anda mendengar capaian-capaian yang dihasilkan, Anda akan memahami betul firman Allah swt di dalam hadist qudsi, ‘Maka jika Aku mencintainya, Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku adalah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku adalah tangannnya yang dia gunakan untuk memukul, dan Aku adalah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan.’” (HR. Bukhari).

Dia hanyalah seorang lelaki lumpuh yang membangun ide perlawanan hingga menjadi sosok yang tidak disebut kecuali dengannya. Sampai hari ini, setiap orang baik lawan maupun kawan tetap menaruh hormat kepadanya. Namanya senantiasa disebut di seluruh dunia. Di adalah Amir Mujahidin Palestina dan guru perlawanan yang gugur oleh tangan-tangan biadab Zionis Israel.

Syaikh Ahmad Yasin adalah sosok manusia intimewa dan unik pada zamannya, tokoh besar dan bintang bagi orang-orang sejenisnya, menjadi cahaya bagi rekan-rekannya, sosok menakjubkan bagi mereka yang hidup di masanya, perhiasan bagi tokoh setarafnya, pahlawan di era kekalahan, pemberani di tengah iklim ketakutan, pemimpin di samudera kelemahan, raksasa di tengah kehinaan, kemuliaan di medan kerendahan. Sosok yang menjadi harapan di tengah segala kebuntuan, sosok ketegaran dalam menghadapi kekalahan dan keruntuhan. Dia adalah pribadi yang memiliki hikmah di tengah kerancuan, ketergelinciran akal, kebutaan mata hati dan keimanan di tengah-tengah suasana keterkoyakan dan hilangnya identitas. Dia adalah sosok yang meneguhkan keyakinan pada pertolongan Allah dan janji-Nya terhadap kaum mukmin di tengah kegelapan, kesesatan, kebencian para musuh, dan kecemasan jiwa.

Seperti diungkapkan Prof. Dr. Taufiq Yusuf al Wa’i, dalam karyanya ”Qaadat al-Jihaad al-Filistiini fii al-Ashr al-Hadiits: Kifaah, Tadhiyyah, Butuulaat, Syahaadaat”, semua gambaran di atas terdapat pada sosok lumpuh yang tak mampu berdiri ini; sosok yang kedua tangannya pun lumpuh tidak mampu membawa sesuatu; sosok yang kurus dan lemah; tubuh yang terserang oleh berbagai penyakit; penglihatan yang telah kabur kecuali hanya seberkas sinar dari satu mata; serta penderitaan dan sakit yang tak kunjung reda. Bukankah ini sesuatu yang menakjubkan? Bukankah ia merupakan tanda kebesaran Tuhan dan wujud anugerah-Nya? Sosok tersebut hidup untuk misi dan untuk umatnya. Ia menghabiskan usianya dalam dakwah. Ia adalah jihad yang terus berjalan, teladan yang terus bergerak, panutan yang memancarkan cahaya dan keimanan, serta pemahaman dan pengetahuan di tengah jarangnya orang yang tulus, di tengah sedikitnya keikhlasan, serta di tengah lenyapnya suara kebenaran dan ketegasan. Syaikh Yasin datang sebagai pemimpin bagi para mujahid, tokoh bagi para dai, guru yang bijak dan teladan yang agung bagi para pendidik. Tubuhnya yang kurus, kelumpuhannya, dan penyakit yang kronis membuatnya tidak mampu berjuang dengan senjata. Karena itu, beliau berjuang dengan senjata hikmah, dengan pedang pembinaan dan penataan, dengan meriam keimanan, serta dengan bom kesabaran, keteguhan, dan ketegaran.

Dalam sebuah artikelnya, Dr. Abdul Aziz Rantisi, tokoh yang menggantikan Syaikh Yasin memimpin Hamas sepeninggal beliau yang kemudian menjadi target pembunuhan Israel berikutnya, melukiskan tentang pribadi pendiri dan tokoh spiritual Hamas ini dengan menyebut sebagai sosok yang setara dengan umat atau umat yang terdapat pada satu sosok dirinya. Rantisi menuliskan, Syaikh Ahmad Yasin adalah seorang tokoh pemimpin yang istimewa. Dialah sosok yang ketika mendapat bencana dan cobaan, justru memperbesar tekad dan keteguhannya dalam meneruskan jalan meskipun terjal. Beliau terus menapakkan kaki dengan berkorban, memberi, dan bahkan mewujudkan berbagai target yang pada gilirannya melahirkan gerakan perjuangan Islam. 

Sosok Reformis

Syaikh Ahmad Yasin menghabiskan usianya untuk dakwah dan jihad. Proyek reformasi dia mulai sejak permulaan tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an atau 1970-an proyek ini mulai mengarah kepada bidang pendidikan dan organisasi. Sesudah itu ia mendirikan gerakan HAMAS guna memainkan perannya dalam berjuang dan menghantam musuh lewat segala kekuatan yang ada. HAMAS ikut serta dalam kegiatan intifadhah dari sejak tahun 1987 M hingga sekarang, yang kini memasuki babak perjuangan politik dalam pemerintahan. Intifadhah Hamas telah mampu mengguncang keamanan zionis lewat aktivitas berani matinya.

Keberadaan dan perkembangan proyek ini, meskipun mendapat tekanan penjajah yang luar biasa, justru menunjukkan keyakinan yang sangat kuat dalam mewujudkan janji Allah membebaskan Palestina, meskipun memakan waktu lama. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi jihad yang paripurna. Dimulai dari pembinaan setiap generasi melalui tarbiyah islamiyah yang bersandar pada pelaksanaan berbagai kewajiban agama, pembelajaran kitabullah secara cermat dan sunnah Nabi, penelaahan sejarah, disertai pengkajian tentang kondisi musuh berikut potensinya, titik-titik kelemahan dan kekuatannya, sehingga seorang muslim memiliki kesadaran yang benar tentang realitas yang ada serta memiliki persepsi yang tepat dalam hal pemikiran dan keyakinan.

Menurut Taufiq Yusuf al Wa’i, proyek reformasi Syaikh Yasin ini sejak tahun 1967 mulai terpecah menjadi dua aliran. Pertama, bersifat resmi dan formal yang mmenyerukan perdamaian dengan zionisme sesuai dengan prinsip kompromi. Hal itu dimaksudkan untuk mengikuti standar yang ditetapkan oleh kekuatan regional dan internasional. Juga, karena dipandang tidak mungkin mengalahkan zionis Israelyang bersekutu dengan kekuatan besar. Kedua, menjadikan akidah dan prinsip-prinsip Islam sebagai landasan yang kokoh untuk berjuang melawan musuh. Arus kekuatan ini tidak membenarkan berdamai dengan kaum parampas. Mereka memandang perlawanan satu-satunya pilihan untuk membebaskan tanah suci Palestina. Aktivitas ini baru bisa dijalankan sesudah membentuk pilar-pilar sosial yang kokoh, menciptakan kondisi yang kondusif, mendapat sokongan dari berbagai kekuatan yang ada, serta memperkokoh bangsa Palestina lewat pelaksanaan program pendidikan jangka panjang bertujuan meyakinkan tentang pilihan perlawanan, serta meraih dukungan sebagian besar bangsa Palestina. 

Syaikh Yasin giat melakukan proyek tersebut segera sesudah kekalahan di atas. Ia mulai berceramah di berbagai masjid di Gaza. Ia mengobarkan emosi jamaah lewat mimbar-mimbar masjid. Syaikh Yasin memandang masjid dan halaqah tahfidz (penghafal) al Qur’an sebagai wadah alami untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang diinginkan. Dari situlah dilakukan pembinaan terhadap anak-anak agar mereka tumbuh secara Islami. Sementara, mereka yang menginjak usia dewasa diberi program pembinaan yang meliputi aspek pendidikan, pengajaran, dan hafalan Al-Qur’an. Di samping itu, Syaikh Yasin juga mendirikan lembaga sosial, seperti Majma’ Islami tahun 1970-an dan Majdul Mujahidin tahun 1980-an. Untuk membangun basis perlawanan, Syaikh Yasin mendirikan Gerakan Perlawanan Islam Hamas tahun 1987.

Keunggulan proyek Syaikh Yasin ini terbukti telah menghasilkan kader-kader perlawanan yang handal. Bahkan kepergian bapak perlawanan ini tidak menyusutkan aktivitas jihad dan perlawanan di Palestina. Alih-alih berhenti, sepeninggal Syaikh Yasin justru membuat perlawanan mendapatkan dukungan lebih luas dari lapisan masyarakat Palestina, khususnya kepada Hamas. Dan ini dibutktikan dengan kemenangan gerakan ini pada pemilu legislatif Palestina Januari 2005 lalu. Dan kegagalan konspirasi Israel yang didukung dunia internasional dengan memblokade total Jalur Gaza sejak pertengan Juni 2007 lalu adalah bukti nyata dukungan rakyat kepada perlawanan. (seto)

 E-Mail
 
Mengenang Kesyahidannya; Fiqh Perubahan Asy-Syahid Ahmad Yaseen
[ 24/03/2008 – 08:47 ]
 Ala’ An-Nadee*Islamonline

Fiqh perubahan yang dianut oleh Syaikh Ahmad Yaseen diyakini mampu menciptakan perubahan ril di lapangan. Karenaya, studi atas fiqh mendiang menjadi penting dan asas bagi semua gerakan perubahan secara umum dan gerakan jihad secara khusus.

Statemen di atas tidaklah berlebihan atau hanya kecenderungan emosional simpatisme. Keberhasilan konsep perubahan Syaikh Asy-Syahid diakui oleh lawan-lawannya sebelum diakui oleh pendukungnya. Keberhasilan itu memberikan pengaruh kepada situasi Palestina dan bahkan melampaui batas teritorial Palestina ke dunia internasional.

Kesyahidan Syaikh Ahmad Yaseen yang menjadi peristiwa menarik perhatian setiap level politik menegaskan betapa dalam perubahan dan penharuh sang maestro revolusi ini.

Tumbuhan di tengah badai

Di awal perjuangannya, Asy-Syahid berangkat dan membangun format persepsinya berdasarkan ihlam (inspirasi) pemikiran Islam. Namun proses pembentukan ini tidaklah mudah. Beliau hidup ditengah situasi bergolak dan rumit. Semua upaya pasukan Arab untuk mengalahkan militer Israel sudah menguap. Semua harapan yang digantungkan kepada sebagian gerakan Palestina sudah pupus setelah indikasi pengunduran sudah muncul.  

Dalam situasi seperti inilah Syaikh Asy-Syahid memulai menformat pemahaman dan membangun proyek perubahannya.

Beliau yakin bahwa inspirator perubahan hanya ada akan tumbuh dari nafas budaya dan moral manusia. Budaya dan moral itulah yang selanjutkan akan menguasai manusia dalam segala bidangnya dan menjadi pengedali dari semua persepsinya. Pemahaman beliau inilah yang akhirnya menemukan ruang di masyarakatnya sehingga tercipta miliu melalui upaya dan kesungguhan berkesinambungan. Melalui pengembangan, menjauhi sikap reaksioner, dan tidak tergesah bersikap maka perubahahan itu menjadi kristal kuat yang tidak mungkin dihancurkan.

Apa yang disaksikan oleh Syaikh Asy-Syahid dalam kerja perjuangan berupa hambatan dan tantangan semakin meyakinkan kebenaran konsep perubahannya. Reaksioner dalam kerja militer tanpa perhitungan dan persiapan dan mengandalkan kemampuan internal serta mengindar dari pendidikan masyarakat justru telah menjatuhkan banyak gerakan dalam “tawanan tarik ulur” bahkan tak sedikit yang saling beradu ‘tanduk’. Sebab mereka dikuasai oleh partai duniawi yang memiliki keterbatasan nilai, visi dan misi.

Menyiapkan masyarakat terlebih dulu

Kepemimpinan jamaah Ikhwanul Muslimin dipegang oleh Syaikh Asy-Syahid di Jalur Gaza dan Tepi Barat setelah tahun 1968 setelah Ismael Al-Khalidi keluar.

Sejak saat itu, persepsi pemikiran yang dibangun Syaikh mengalami fase perpindahan dari konsep menuju praktik penerapan. Gerakannya pun aktif memberikan tauiyah (penyadaran) kepada masyarakat. Syaikh tidak terburu-buru. Beliau sadar beban berat masyarakat Palestina dan gerakannya menghadapi musuh Israel yang didukung dunia luar.

Syaikh mendorong pengikutnya untuk menfokuskan kesungguhannya pada medan sosial. Proyek perubahan difokuskan kepada landasan jihad tidak akan terbuka benuhnya dan berbuah selama realitas masyarakat belum disirami dengan makna dan nilai-nilai Islam, terutama nilai-nilai keterpautan dan solidaritas.

Syaikh saat itu belum siap meninggalkan konsep pemahaman perubahannya dengan tekanan peristiwa. Karenanya, beliau komitmen dengan falsafah perubahan yang dia yakini dan menolak semua upaya propaganda yang mendorong gerakannya kepada konfrontasi yang belum waktunya.  

Manusia dan membentuk masyarakat berdasarkan nilai-nilai Islam adalah dua fokus yang menjadi landasan proyek perubahannya.

Masyarakat Islami ….titik tolak dan benih perubahan

Benih perubahan pertama dalam proyek perubahan Asy-Syahid Syaikh direpresentasikan dalam pembentukan Mujamma’ Islami di Gaza tahun 1973. Mujamma’ telah membumikan makna-makna pemahanan perubahan Syaikh. Mujamma’ ini terdiri dari Masjid Iqtida yang dijadikan sebagai eksperimen pertama dalam unsur perubahan. Sebab masjid dijadikan tempat pendidikan untuk membentuk kepribadian muslim.

Di samping masjid itu terbentuk lembaga pendidikan anak-anak, sekolah Islam, dan gedung penyelenggaraan acara-acara tertentu. Di sana digelar berbagai macam acara dari berbagai sektor dakwah dan ekonomi. Syaikh semakin bahwa akar perubahan tidak akan tumbuh kecuali secara sosial. Sebab proyek perubahan itu harus melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Terburu-buru dan tudingan

Syaikh konsisten dengan politik “menahan nafas panjang”. Dengan kesabaran dan keuletannya, landasan masyarakat yang meyakini proyek perubahan semakin menemukan ritme untuk meluas dan mengakar. Muncullah suara-suara agar segera mengefektifkan gerakan perubahan ke ladang jihad melalui methode militer. Dari dalam tubuh gerakannya muncul suara itu meski terbatas. Dari luar gerakannya muncul tuduhan bahwa gerakannya mengesampingkan kewajiban jihad bahkan dituduh berpihak kepada Israel. Tudingan dan propaganda ini tidak melemahkan Asy-Syahid dalam meneruskan perjuangannya. Sejak awal beliau sadar bahwa perjuangan jihad dengan Israel adalah pilihan satu-satunya dalam proyek perubahan ini.

Namun beliau ingin proyek perubahan dan perjuangan jihad yang merupakan puncaknya dibangun di atas landasan kokoh di bumi, dahannya harus lebih kokoh dari rantingnya sehingga tidak mudah rapuh. 

Kelahiran itu

Ketika Syaikh sudah nyaman berdiri di atas realitas masyarakat yang diwarnai oleh nilai Islam, bersama murid-muridnya mendirikan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mendirikan di akhir tahun 1987. Namun dengan pembentukan gerakan ini, Syaikh tidak mundur dari perubahan masyarakat. Justru masyarakat itulah yang mendasari gerakan jihad. Beliau membuka gerakannya untuk setiap unsur Islam. Beliau membuka kaidah dialog dan partisipasi. Pengumuman pendirian Hamas disusul dengan Intifadlah I atau yang dikenal dengan “Intifadlah dengan batu”.

Sejak awal gerakan Hamas menyatakan bahwa proyek pembebasan Palestina tidak mungkin kecuali dengan pilihan satu-satunya melalui gerbang jihad, membudayakan pengorbanan dan gugur syahid. Pertumbuhan gagasan ini pun sangat drastis. Banyak pihak yang menilai bahwa gerakan ini hanya berjuang sejak 1987 dimana ia dilahirkan. Namun selama bertahun-tahun mereka sudah melakukan perjuangan perubahan budaya dan pemikiran sebelum dilahirkan.

Dengan Intifadlah I dan II gerakan Hamas mampu tegar menghadapi tantangan tersulit. Gerakan yang berjalan sesuai dengan manhaj Syaikh tidak pernah gentar dengan ancaman pembunuhan para pemimpinnya dan kadernya. Sebab pelajaran pertama yang ditanamkan Syaikh Asy-Syaikh adalah “ketergantungan hanya kepada nilai dan ajaran tertinggi”, “kesetian kepada pribadi harus diukur sejauh mana kesetiaan pribadi itu kepada jalan Islam. Kesetian itu akan menemukan bukti pembenarannya dengan kesinambungan perjuangan dan tidak merendah di hadapan badai.

Jika gerakan Hamas sudah menyerap konsep perubahan Syaikh Ahmad Yaseen, maka landasan perubahan masyarakat tidak akan pernah berhenti. Jihad pun menjadi tuntutan sosial dan menyebarlah budaya mati syahid.

Inspirasi dan pelajaran

Musuh Israel mengira pembunuhan Syaikh Ahmad Yaseen akan menghancurkan semangat rakyat Palestina untuk melawan. Israel berjanji menemukan kemenangan setelah membunuh Syaikh Yasin. Realitas akan membuktikan – dengan daya dan kekuatan Allah – persangkaan Israel hanya khayalan. Pohon perubahan yang ditanam Syaikh Yaseen dan disirami dengan darah dan keringatnya di Palestina tidak akan bisa dicabut oleh kekuatan manapun.

Syaikh Asy-Syahid berpulang setelah membuktikan kebenaran janjinya kepada Allah. Beliau meninggal dunia dengan cara yang sesuai dengan pribadinya.

Di antara tanda-tanda kesetiaan beliau ketika anak-anak bangsa ini berusaha menjaga dan merawat warisan Syaikh Asy-Syahid.

Banyak dari anak bangsa Arab ini mengusung konsep perubahan yang diambil dari tokoh dan sosok yang bukan dari akar kita (Arab), tentu tak ada aib untuk mengambil yang bermanfaat dari orang lain. Namun yang aib adalah melupakan jasa dan pemikiran orang-orang besar seperti Syaikh Yaseen yang sulit dilupakan oleh ingatan manusia. (bn-bsyr)

 

 

As Syahid (Insya Allah) Yahya Ayyasy, Singa Palestina

Ayyasy dilahirkan pada 6 Maret 1966. Beliau tumbuh sebagai seorang anak yang sangat pendiam. Namun di balik diamnya, ternyata beliau menyimpan sebuah kecerdasan yang sangat menakjubkan. Dalam sekolahnya, Ayyasy kecil tidak hanya menguasai pelajaran kelasnya saja, namun juga pelajaran kelas di atasnya.

Beliau lulus SMA pada tahun 1984 dengan akumulasi 92,8. Setelah kelulusannya, beliau mulai aktif di gerakan Hamas. Beliau melanjutkan ke Universitas Beirzeit dengan mengambil jurusan tekhnik listrik. Masa perkuliahannya pun beliau sibukkan dengan aktifitas keislaman. Lulus perguruan tinggi pada tahun 1991 dan menikah pada tahun 1992.

Aktifitas militernya sudah beliau mulai pada tahun 1991. Dalam berjuang, beliau mempunyai pemahaman yang mendalam tentang arti sebuah perjuangan. Perjuangan telah menjadi nafas dan darahnya. Seluk-beluk perang pun beliau tekuni, sampai bisa ditentukan titik lemah penjajah Israel dan pusat kekuatan rakyat Palestina.

Maka kemudian dirancanglah sebuah perang yang menggabungkan dua hal di atas. Lahirlah Intifadhah I. Perang yang mempertemukan dua kubu; orang-orang yang takut mati, dan orang-orang yang mencari-cari kematian. Sungguh perang yang tidak seimbang.

Dalam aksi Intifadhah ini, diperlukan bahan peledak yang sangat banyak. Aksi-aksi peledakan diri, atau yang sering disebut bom syahid, dan aksi-aksi lainnya menghabiskan bom rakitan yang tidak sedikit. Perlawanan Palestina tidak mempunyai cadangan yang banyak karena semua jalan masuknya bantuan telah ditutup. Namun dari pikiran beliau, lahirlah ide untuk memanfaatkan bahan-bahan kimia dasar dalam membuat bom. Bahan-bahan ini banyak tersedia di apotik-apotik. Maka, setelah itu ledakan demi ledakan mengucang Israel.

Kerja pertama beliau adalah merakit bom pada sebuah mobil. Namun sayangnya, secara tidak sengaja, hal ini diketahui Israel. Setelah pengangkapan dan pemeriksaan yang ketat dan kejam, tersebutlah nama Ayyasy sebagai Wanted No 1. Ayyasy pun menjadi buron. Pada 25 April 1993, rumah beliau sempat digeledah Israel. Namun mereka tidak menemukan apa-apa. Dan ketika mereka mengancam keluarganya, sang Ibu malah mengatakan, “Yahya telah pergi tanpa meninggalkan apa-apa untuk kami. Sejak dia menjadi buron, dia bukan lagi anak kami, tapi anak Batalion al-Qassam.” Sebuah sikap yang sangat menjengkelkan Israel. Sikap yang terbentuk dari sebuah tarbiyah panjang dalam gerakan Hamas.

Kurang-lebih empat tahun masa buron, Israel dengan segala kekuatannya kehabisan akal menangkap Ayyasy. Sebaliknya, empat tahun pula Ayyasy mencapai kegemilangan membuat ledakan di sana-sini. Menciptakan sebuah mitos bahwa bangsa Yahudi selamanya tidak akan merasa aman hidup di tanah jajahan mereka. Masa buronan adalah masa perjuangan beliau. Dalam perjuangan itu, beliau benar-benar mengorbankan kehidupannya untuk Palestina. Seorang insinyur yang seharusnya bisa menikmati kehidupan enak dengan bekerja di luar negeri seperti yang dilakukan kebanyakan rekannya, kini hidup tidak menetap dan selalu terancam. Bahkan dalam masa ini pula, dua orang anaknya lahir. Yang pertama lahir pada awal masa buronnya, dan yang kedua lahir dua hari sebelum beliau mendapatkan syahadah.

Ada beberapa pelajaran yang beliau berikan kepada para pejuang Islam. Pertama, pejuang Islam harus mempunyai pondasi akidah dan iman yang kuat. Karena kedua hal inilah yang membuat manusia selalu merindukan kematian. Kedua, sirriyah dan bisa menjaga lisan. Semua operasi yang dilakukan Ayyasy dan Batalion al-Qassan dilakukan dengan super rahasia sehingga peristiwanya tidak bisa diketahui Israel sebelum terjadi. Dan Israel pun mendapatkan kesulitan untuk bisa menembus tubuh al-Qassam.

Ketiga, keterampilan menghilang dari mata musuh. Semua unsur Israel telah dikerahkan untuk menangkapnya, mulai dari tentara unit-unit militer khusus, kepolisian, tentara perbatasan, dan dinas intelijen, tapi tidak ada yang berhasil meringkusnya. Karena kelihaiannya ini, beliau digelari sang jenius, manusia berwajah seribu, manusia bernyawa tujuh, dan sebagainya. Prestasi gemilang yang pernah diraihnya adalah menerobos ke jalur Gaza dan membuat aksi di sana, padahal untuk sampai kesana beliau harus melewati ribuan tentara dan dinas intelijen. Prestasi ini sampai membuat Yitsak Rabin menggebrak meja dalam sebuah rapat. Keempat, jihad; ‘isy kariman au mut syahidan. Beliau selalu bersikeras melanjutkan perjuangannya dan mempersiapkan diri untuk mati syahid. Tidak beliau hiraukan anjuran-anjuran untuk melarikan diri ke luar negeri.

Empat tahun Yitsak Rabin memasang nama Ayyasy pada urutan pertama dalam file khusus orang-orang yang sangat berbahaya. File ini mendapat prioritas dalam program pemerintahannya. Tapi yang mengherankan, file itu masih ada di tangannya ketika seorang Yahudi fundamentalis memuntahkan peluru di depan mukanya. Peristiwa itu menambah malu dinas intelijen dan keamanan Israel. Belum berhasil menangkap Ayyasy, dihadapkan lagi permasalahan baru. Dalam situasi yang genting ini, direktur SABAK, dinas intelijen Israel, mengajukan pengunduran dirinya. Permohonan ini pun ditolak karena hanya akan menambah rakyat Israel kurang percaya diri.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan rasa percaya dirinya, strategi pembunuhan Ayyasy dirancang lebih bagus dengan melibatkan pihak yang lebih banyak lagi. Pembunuhan ini diharapkan akan menjadi permulaan babak baru perjuangan Palestina. Perjuangan tanpa para perusak. Tapi apakah harapan mereka terwujud?

Jum’at, 5 Januari 1996, televisi Israel mengumumkan bahwa Ayyasy telah mati di Beit Lahia, Jalur Gaza. Seluruh Palestina, bahkan umat Islam seluruh dunia menangis. Sebuah bom telah dipasang dalam pesawat HT nya. Pesawat itu diterimanya dari seorang pedagang yang ternyata mempunyai hubungan dengan intelijen Israel.

Kematiannya sungguh sangat memilukan. Seorang pejuang harapan rakyat telah meninggalkan mereka. Tapi setidaknya, hal itu memberi pelajaran baru bagi mereka. Ada tiga hal yang bisa diambil. Pertama, jihad masih menjadi satu-satunya solution bagi perjuangan Palestina. Kedua, perjuangan yang ikhlas akan memberikan pengaruh yang baik bagi rakyat banyak. Ketiga, Israel masih harus berhadapan dengan kemarahan rakyat Palestina yang tidak akan pernah padam.

Ternyata harapan Israel hanya tinggal harapan. Babak perjuangan belum ending. Hanya dalam tempo sepuluh hari setelah kematian Ayyasy, empat kali operasi bom syahid berhasil dilancarkan oleh para penerus Ayyasy. Dan ternyata Ayyasy masih hidup. Bahkan sampai sekarang. Semangat dan namanya akan terus berada dalam benak hati kita. Beliaulah tokoh perjuangan.

Beliau tidaklah berambisi mencatat namanya dalam sejarah, tapi sejarahlah yang mencari sosok-sosok pemimpin pejuang semacam beliau. Beliau bukanlah orang yang gila ketenaran, tapi masyarakatlah yang selalu mencari-cari sosok seperti beliau untuk menjadi panutan dalam berjuang.

 

Ia menjadi korban pertama serangan udara Israel. Tokoh Hamas, Nizar Abdul Kader Mohammad Rayyan, lahir, 6 Maret, 1959, di kamp Jabaliya, Jalur Gaza. Tokoh yang memimpin sayap militer Hamas ini, memiliki latar belakang pendidikan yang sangat baik, di mana ia pernah mengeyam pendidikan di Universitas di Saudi Arabia, Jordan, dan Sudan, dan mendapatkan gelar Phd, dibidang Islamic Studies.

Usai menyelesaikan pendidikan di sejumlah Negara Arab, Rayyan kembali ke Gaza, dan menjadi seorang da’i, dan memberikan ceramah di berbagai masjid di Gaza, dan sambil masih terus memperdalam ilmunya, sampai ia mendapatkan gelar Profesor dibidang hukum Islam (Islamic Law) di Universitas Islam di Gaza. Di usianya yang masih belum terlalu tua itu, Rayyan dikaruniai enam orang anak laki-laki, enam orang anak perempuan, dan dua orang cucu. Dan, tokoh gerakan Hamas ini, menikahi empat orang muslimah.

Rayyan memiliki pandangan yang sama dengan seluruh pemimpin Hamas, yang secara tegas menolak Negara Israel, karena Negara Zionis-Israel, tak lain adalah penjajah, yang harus dihapus. Maka, Rayyan menegaskan :“Kami tidak akan pernah menerima Israel. Apa yang disebut kata : ‘Israel’ adalah tidak ada, baik sebagai sebuah fakta atau imajinasi”, tandasnya. Tokoh yang memiliki tubuh tinggi besar ini, beberapa kali ditahan pemerintah Israel dan Otoritas Palestina (PA), dan dibebaskan ketika Hamas mengambil alih control seluruh wilayah Gaza dari tangan al-Fattah, Juni, tahun 2007.

Rayyan sangat dikenal karena pendiriannya yang keras melawan Zionis Israel. Seorang kakek dari dua cucu, yang baru berumur 50 tahun itu, pernah menjadi pendiri Partai Penyelamat Islam (The Islamic Salvation Party), ketika terbentuk Otoritas Palestina di tahun 1994. Prof.Rayyan mempunyai peranan yang sangat menentukan, ketika Hamas harus berunding dengan berbagasi faksi yang ada di jalur Gaza, yang akan menentukan kepemimpinan di wilayah itu.

Tokoh Hamas, yang menjadi pemimpin Brigade Izzuddin al-Qassam, di wilayah kamp Jabaliya ini, sangat dikenal sebagai seorang da’i yang sangat berpengaruh, dan dikenal sebagai seorang imam di masjid ‘Masjid Syuhada’. Rayyan sangat mendukung adanya ‘bom syahid’. Banyak anak-anak muda yang sudah mendaftarkan diri ingin menjdi‘martyr’, guna menghadapi kebiadan Israel. Bahkan, Prof. Rayyan, yang sangat dikenal sikap yang keras dan tegas itu, mengirimkan putranya sendiri untuk melakukan missi‘bom syahid’ (bukan bom bunuh diri), dan missi putranya berhasil membunuh dua orang Israel, di Rlei Sinai.

Menurut Yerusalem Post, yang terbit 1 Januari, 2009, Sheik Nizara Rayyan, termasuk pemimpin senior Hamas, tewas dengan seluruh keluarganya, empat istrinya dan anak-anaknya, hari Kamis, ketika pesawat tempur Israel, F.16, menjatuhkan bom diatas apartement, yang ditinggali bersama keluarganya di Jabaliya. Rayyan, bukan hanya seorang yang sangat religious (alim), tapi benar-benar seorang mujahid. Karena, Rayyan menjadi pemimpin sayap militer Hamas, yaitu Brigade Izzudin al-Qassam. Di Universitas Islam di Gaza, Rayyan mengajarkan tentang‘bom syahid’. Inilah yang menyebabkan Israel sangat menaruh perhatian terhadap Rayyan. Laki-laki yang sudah memiliki dua belas orang anak dan dua cucu ini, kadang-kadang ikut bersama-sama dengan pejuang Hamas, melakukan patroli di wilayah Gaza, dan tempat-tempat lainnya. Ia selalu menekankan kepada para pejuang untuk melakukan ‘bom syahid’, terutama dalam mengahadapi agresi Israel.

Di rumah Rayyan, konon menjadi tempat menyimpan amunisi dan senjata, dan dirumahnya pula, dikendalikan pusat informasi bagi gerakan Hamas. Ketika, 14 Maret 2004, kelompok Hamas berhasil mengelabuhi keamanan Israel, dan dengan menggunakan bom plastik yang canggih, dan mempunyai daya ledak yang sangat tinggi, berhasil membunuh sepuluh orang Israel dipelabuhan Ashdod.

Israel sangat takut dengan Rayyan. Karena, Rayyan mengembangkan senjata ‘manusia’ (human shield), yang telah banyak menewaskan orang-orang Zionis-Israel. Menurut Koran Israel, Haaretz, yang terbit 2 Januari 2009, sudah yang mengingatkan terhadap Rayyan, agar meninggalkan rumahnya. Karena, rumahnya sudah diindentifikasi fihak keamanan Israel (IDF), namun tokoh Hamas itu, tidak terlalu mengindahkannya. Dan, fihak IDF sudah memberikan sandi penyerangan rumah Nizar Rayyan dengan code ‘roof knocking’, dan hanya dalam waktu sepuluh menit, pesawat F.16 Israel menjatuhkan bom, dan gedung apartemen itu, nampak telah luluh lantak. Bersama keluarga Nizar Rayyan, seorang tokoh senior Hamas, yang paling ditakuti Israel.

Juru bicara Hamas, Mushsir al-Masri menyatakan : “Tindakan Israel itu membuktikan telah terjadi perluasan dalam kekerasan yang dilakukan Israel. Kami akan mengambil segala resiko dalam melindungi dan menjaga para pemimpin Hamas”, tegasnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Selamat jalan wahai saudaraku. Semoga Allah Azza Wa Jalla memuliakanmu. Wallahu ‘alam. (M)* Imam Abu Hanifah (80 – 150 H) Imam Syafi’i r.a. (150H – 204H ) Imam Malik (93 – 179 H) 
Oleh: Era Muslim.net 

Beliaulah cikal bakal madhzab Maliki. Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 93 H/712 M dan wafat tahun 179 H/796 M. Berasal dari 
Selengkapnya…. 

18/11/2008 
Dr. Yusuf Al Qaradawi 
Oleh: Era Muslim.net 

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur’an. Menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952.
Selengkapnya…. 

03/11/2008 
Krisis Finansial 2008: Rendahnya Kejujuran, Kredibilitas dan Keberpihakan 
Oleh: suara-islam.com 

Krisis finansial yang terjadi saat ini bukanlah hal yang mengagetkan dan datang secara tiba-tiba. Tim Indonesia Bangkit (TIB) telah mengingatkannya berulangkali akan bahayanya financial bubbles. ECONIT pada awal Januari 2008 ini dalam paparan ECONIT “Economics Outlook 2008” 
Selengkapnya…. 

01/11/2008 
Mengenal Ibnu Taimiyyah, Dai dan Mujahid Besar! 
Oleh: SangHikmah 

Beliau adalah imam, Qudwah, `Alim, Zahid dan Da`i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah daan penghidup sunah Rasul shalallahu`alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam 
Selengkapnya…. 

 Cik di Tiro – 25/10/2008 
 Pangeran Diponegoro – 25/10/2008 
 Imam Bonjol – 24/10/2008 
 Hadji Oemar Said Tjokroaminoto – 24/10/2008 
 Kiai Hasyim Asy’ari – 24/10/2008 
 Ahmad Dahlan – 24/10/2008 
 Mengenal Imam An-Nasa’i – 24/10/2008 
 Haji Abdul Malik Karim Amrullah – 22/10/2008 
 Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab – 20/10/2008 
 MUHAMMAD IQBAL – 19/10/2008 
 Prof. Dr. Mubyarto – 16/10/2008 
 Dr. Muhammad Syafii Antonio, MS – 23/02/2008 
 Emha Ainun nadjib – 06/11/2007 
 Biografi HAMKA – 06/11/2007 
 Mohammad Hatta – 06/11/2007 
 Ir. Soekarno – 06/11/2007 
 Benyamin Sueb – 06/11/2007 
 Chairil Anwar – 06/11/2007 
 Ki Hajar Dewantara – 06/11/2007 
 Goenawan Susatyo Mohamad – 06/11/2007 
 Harry Roesli – 06/11/2007 
 Bacharuddin Jusuf Habibie – 06/11/2007 
 Mochtar Lubis – 06/11/2007 
 Jaya Suprana – 06/11/2007 

 Kuntowijoyo – 06/11/2007 http://swaramuslim.net/fakta/more.php?id=A977_0_16_0_M2351

bunda tersayang …damaimu sepanjang masa…mutiara hati ananda.

Sang jendral SUDIRMAN.pahlawan negriku.

 
Oleh Adian Husaini 
Bekerjasama dengan Amerika, sejumlah Perguruan Tinggi Islam –khususnya IAIN/UIN– dikabarnya menyiapkan guru-guru agama yang “liberal”.       Pada 25 November 2008, situs berita detik.com menurunkan sebuah berita berjudul ”Guru Agama Islam di Jawa Masih Konservatif” . Berdasarkan hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ditemukan bahwa ”Guru-guru agama Islam sekolah umum di Jawa masih bersikap konservatif. Bahkan, para guru tersebut sangat rendah dalam mengajarkan semangat kebangsaan.” Direktur PPIM-UIN Jakarta Dr. Jajat Burhanudin mengatakan, bahwa survei dilakukan terhadap 500 guru di 500 SMA/SMK di Jawa selama kurun Oktober 2008. Responden dipilih dengan menggunakam metode random acak sederhana. Selain itu juga dilakukan wawancara terstruktur terhadap 200 siswa. “Dari 500 responden, 67,4% mengaku merasa sebagai orang Islam dan hanya 30,4% yang merasa sebagai orang Indonesia,” tambah dosen Fakultas Adab UIN Jakarta tersebut. 

Lokasi survei dilakukan di kota-kota besar dan menengah di Jawa seperti Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya, Malang, Solo dan Cirebon. Berdasarkan hasil survei tersebut, Jajat merasa khawatir terhadap keberlangsungan berkebangsaan ke depan. Pemahaman kebangsaan yang sempit bisa mempengaruhi wawasan kebesangaaan. “Banyak faktor kenapa guru agama berperilaku seperti itu, bisa karena pemahaman individu guru,kurikulum atau rendahnya dialog antar agama. Padahal itu di SMA/SMK umum, bukan disekolah agama,” pungkasnya. Begitulah berita dari Detik.com. 

Koran The Jakarta Post melalui situsnya, www.thejakartapost.com, juga menurunkan berita hasil survei PPIM-UIN Jakarta, dengan menulis bahwa ”Sebagian besar guru-guru agama Islam di sekolah negeri dan swasta di Jawa menentang Pluralisme, cenderung ke arah radikalisme dan konservatisme . (Most Islamic studies teachers in public and private schools in Java oppose pluralism, tending toward radicalism and conservatism, according to a survey released in Jakarta on Tuesday). 

Menurut survei ini, sebanyak 62,4 persen guru agama – termasuk dari kalangan NU dan Muhammadiyah, misalnya, menolak untuk mengangkat pemimpin non-Muslim. Survei juga menunjukkan, 68.6 persen guru agama menentang diangkatnya orang non-Muslim sebagai kepala sekolah mereka; dan sebanyak 33,8 persen menolak kehadiran guru non-Muslim di sekolah mereka. Persentase guru agama yang menolak kehadiran rumah ibadah non-Muslim di lingkungan mereka juga cukup besar, yakni 73,1 persen. Sementara itu, ada 85,6 persen guru agama yang melarang murid mereka untuk ikut merayakan apa yang dipersepsikan sebagai “Tradisi Barat”. Begitu juga ada 87 persen yang menganjurkan muridnya untuk tidak mempelajari agama-agama lain; dan 48 persennya lebih menyukai pemisahan murid laki-laki dan wanita dalam kelas yang berbeda. 

Menurut Jajat Burhanuddin, pandangan anti-pluralis para guru agama tersebut terefleksikan dalam pelajaran mereka dan memberikan kontribusi tumbuhnya konservatisme dan radikalisme di kalangan Muslim Indonesia. http://forum.swaramuslim.net/forum.php?id=F27_0

Survei PPIM-UIN Jakarta itu juga menunjukkan ada 75,4 persen dari responden yang meminta agar murid-murid mereka mengajak guru-guru non-Muslim untuk masuk Islam, sementara 61,1 persen menolak sekte baru dalam Islam. Sebanyak 67,4 persen responden yang lebih merasa sebagai muslim ketimbang sebagai orang Indonesia. Lebih dari itu, mayoritas responden juga mendukung penerapan syariah Islam untuk mengurangi angka kriminalitas: 58,9 persen mendukung hukum rajam dan 47,5 persen mendukung hukum potong tangan untuk pencuri serta 21,3 persen setuju hukuman mati bagi orang murtad dari agama Islam. 

Sebanyak 44,9 responden mengaku sebagai anggota NU dan 23,8 persennya mengaku pendukung Muhammadiyah. Menurut Jajat, itu menunjukkan kedua organisasi tersebut gagal menanamkan nilai-nilai moderat ke kalangan akar rumput. Menurutnya, moderatisme dan pluralisme hanya dipeluk oleh kalangan elite mereka. Ia juga mengaku takut bahwa fenomena semacam ini telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan radikalisme dan bahkan terorisme di negeri kita. 

Bahkan, katanya, para guru agama itu telah memainkan peran kunci dalam mempromosikan konservatisme dan radikalisme di kalangan Muslim saat ini. Konservatisme dan radikalisme bukan hanya dikembangkan di jalan-jalan sebagaimana dikampanyekan oleh FPI, tetapi telah berakar dalam sistem pendidikan agama. Bahkan, lebih jauh ia katakan, bahwa sikap intoleran yang dikembangkan dalam pendidikan agama Islam selama ini akan mengancam hak-hak sipil dan politik dari kaum non-Muslim. 

Begitulah hasil survei PPIM-UIN Jakarta. Secara jelas, penelitian PPIM-UIN Jakarta membawa misi besar untuk merombak pola pikir para guru agama di masa depan. Mereka diharapkan agar menjadi pluralis, tidak konservatif, tidak radikal. Mereka nantinya harus mau menerima pemimpin non-Muslim, menerima guru non-Muslim, menolak penerapan syariah, mendukung hak murtad, mendukung perayaan-perayaan model Barat, dan sebagainya. Itulah yang disebut oleh Direktur PPIM-UIN Jakarta itu sebagai jenis Islam moderat, Islam pluralis, atau entah jenis Islam apa lagi. Yang penting jenis Islam yang baru nanti harus mendapat ridho dari nagar-negara Barat yang menjadi donatur penting dari lembaga-lembaga sejenis PPIM-UIN Jakarta tersebut. 

Misi inilah yang sebenarnya sedang diemban oleh lembaga-lembaga penelitian dan pendidikan Islam yang sadar atau tidak menyediakan dirinya menjadi agen dari pemikiran dan kepentingan Barat. Dalam website PPIM-UIN Jakarta ( www.ppim.or.id ) dapat dilihat daftar mitra kerja dari lembaga ini, diantaranya: AUSAID, US embassy, The Asia Foundation, The Ford Foundation, dan sebagainya. 

Karena itu, yang kini sedang dikerjakan oleh sejumlah Perguruan Tinggi Islam di Indonesia adalah menyiapkan guru-guru agama yang pluralis. Inilah sesuai dengan isi memo Menhan AS Donald Rusmsfeld, pada 16 Oktober 2003: 

“AS perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Lembaga pendidikan Islam bisa lebih cepat menumbuhkan teroris baru, lebih cepat dibandingkan kemampuan AS untuk menangkap atau membunuh mereka. (Harian Republika, 3/12/2005).

AS dkk memang sangat serius dalam menggarap pendidikan Islam di Indonesia. Disebutkan dalam ”Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2007” yang dikeluarkan oleh Deplu AS, bahwa: ”Misi diplomatik AS terus mendanai Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.” CRCS adalah program pasca sarjana lintas budaya dan lintas agama yang ditempatkan di UGM yang misinya mencetak sarjana-sarjana agama yang pluralis. Namun, sebagai bagian dari program politik luar negeri AS, CRCS bukan sekedar program pasca sarjana biasa. Lembaga ini sangat aktif dalam menyebarkan pemikiran-pemikirannya ke tengah masyarakat, melalui berbagai program siaran di radio dan televisi. Hasil dialog itu pun kemudian dibukukan dan disebarkan ke tengah masyarakat. 

Menyimak materi-materi yang disebarkan, terlihat dengan jelas, bahwa misi yang diemban oleh CRCS adalah misi penghancuran keyakinan dan fanatisme umat beragama terhadap agamanya sendiri. CRCS juga mengembangkan misi agar pelajaran agama nantinya dihapuskan dari sekolah-sekolah, digantikan dengan ”pelajaran keagamaan”. Dalam buku berjudul Resonansi: Dialog Agama dan Budaya, (Yogya: CRCS, 2008), dikutip ucapan nara sumber diskusi (Prof. Djohar MS) yang menyatakan: 

”Kalau pendidikan agama itu berarti mempelajari satu pemahaman keagamaan tertentu sedangkan pendidikan keagamaan itu mempelajari agama-agama. Kalau di madrasah misalkan itu adalah pendidikan agama yang mempelajari hanya agama Islam, tetapi kalau di sekolah-sekolah umum adalah pendidikan keagamaan, yang mencari common-ground dari semua agama… Nah, kalau common ground ini dipelajari di sekolah, maka persatuan dan kesatuan bangsa ini akan bisa tercapai. Sedangkan pelajaran agama sesuai dengan agama masing-masing siswa dipelajari di sekolah akan bisa memunculkan bibit-bibit perpecahan yang akan berbahaya di kemudian hari.”

Dalam buku terbitan CRCS Yogya ini juga dipromosikan bagaimana satu sekolah di Yogyakarta telah menerapkan pendidikan Pluralisme, dan tidak lagi mengajarkan pendidikan agama berdasarkan agama masing-masing. Seorang guru di sekolah itu menyatakan: ”…kami memang tidak bisa menggolong-golong anak melihat dari sisi agamanya apa. Tetapi yang lebih penting menurut kami adalah meskipun dia tidak beragama tetapi kami yakin bahwa dia beriman.” 

Jadi, jelaslah bahwa CRCS mengemban misi penggantian pelajaran agama dengan pelajaran keagamaan yang lintas-agama. Pendidikan Religiositas sudah pernah diajukan oleh Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Semarang, dan didefinisikan sebagai: ”komunikasi iman antar-siswa yang seagama maupun berlainan agama mengenai pengalaman hidup mereka yang digali/diungkapkan maknanya, sehingga mereka terbantu untuk menjadi manusia utuh (religius, bermoral, terbuka) dan diharapkan mampu menjadi pelaku perubahan sosial, demi terwujudnya kesejahteraan bersama lahir dan batin.” 

Di kalangan Katolik sendiri, banyak yang mempertanyakan model pendidikan agama semacam ini, khususnya mempertanyakan dimana posisi gereja sebagai lembaga yang mewartakan Kristus. Yang mengapresiasi gagasan ini diantaranya adalah Keuskupan Palembang yang bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Provinsi menyelenggarakan pelatihan untuk mempersiapkan para guru pendidikan Religiositas. Gagasan ini juga pernah dipresentasikan di Jakarta oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas pada 1 April 2006, dalam sebuah seminar bertema ”Pelayanan Keagamaan yang Inklusif bagi Para Siswa.” (Lebih jauh tentang Pendidikan Religiositas, lihat buku Problematika Pendidikan Agama di Sekolah: Hasil Penelitian tentang Pendidikan Agama di Kota Jogjakarta 2004-2006, terbitan Interfidei, 2007). 

Meskipun masih merupakan hal yang kontroversial, model pendidikan agama yang baru inilah yang sedang dipromosikan oleh CRCS. Misi CRCS yang diakui sebagai bagian dari misi diplomatik AS juga bisa dibaca melalui jurnal terbitannya, RELIEF (Journal of Religous Issues). Pada Vol. 1, No. 2, Mei 2003, editorial jurnal ini sudah mengritik pendidikan agama di Indonesia. Ditulis dalam jurnal ini: 

”Dalam realitasnya, pendidikan agama kita cenderung dogmatis, eksklusif, rigid, dan mengabaikan kebenaran-kebenaran di luar agamanya. Padahal, seperti ditulis oleh Paul F. Knitter dalam No Other Name, bahwa kita tidak bisa mengatakan agama yang satu lebih baik dari agama yang lain. Semua agama, kata Fritjof Schuon dalam The Trancendent Unity of Religion, pada dasarnya (secara esoteris) adalah sama dan hanya berbeda dalam bentuk (secara eksoteris). Kebenaran dengan demikian tidak lagi eksklusif ada pada hanya agama tertentu, tapi pada semua agama. Kebenaran dalam agama, dengan demikian, adalah plural.”

Pemikiran yang disebarkan CRCS UGM ini tentu sangat naif. Aspek eksoteris (aspek luar, aspek syariat) dalam agama-agama adalah hal yang prinsip. Bagi kaum Muslim, ada tata cara shalat yang wajib diikuti, sebab cara ibadah itu diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, utusan-Allah yang terakhir. Kaum Muslim yakin, hanya itulah cara shalat yang benar kepada Allah. Kaum Muslim tidak dapat menerima teori, bahwa Allah akan menerima ibadah semua manusia, dengan cara apa pun ibadah itu dilakukan. Ada pun teori Kesatuan Transendensi Agama-agama pada level esoteris hanyalah khayalan Fritjof Schuon dan kawan-kawannya, yang anehnya juga dijadikan dogma dan diterima kebenarannya oleh banyak orang tanpa berpikir. 

Dalam sampul belakang Jurnal RELIEF edisi ini juga ditonjolkan kutipan wawancara Prof. DR. Machasin, guru besar UIN Yogya, yang menyatakan: ”… kenapa kita ribut menyalahkan orang ateis bahwa ateis adalah musuh orang ber-Tuhan. Padahal Tuhan sendiri ateis. Ia tidak ber-Tuhan.” 

Pasca Perang Dingin, AS dan negara-negara Barat lainnya, memang sangat serius dalam mengembangkan pemikiran Islam seperti yang mereka kehendaki. Pada tahun 2007, menyusul berdirinya CRCS, di UGM juga didirikan program doktor lintas agama yang didukung oleh tiga kampus: UGM, UIN Yogya, dan Universitas Kristen Duta Wacana. Melalui lembaga-lembaga pendidikan tinggi lintas agama inilah diharapkan akan lahir pakar-pakar agama yang pluralis. 

Ke depan, kemungkinan mereka akan mengisi pos-pos sebagai dosen atau guru agama di sekolah-sekolah. Dengan cara seperti inilah, maka secara otomatis pendidikan agama di sekolah-sekolah akan berubah. Tidak lagi bersifat konservatif seperti yang dicap oleh PPIM-UIN Jakarta, tetapi sudah bersifat pluralis. Cara ini tentunya sangat efektif, dibandingkan dengan cara mengubah kurikulum dan materi pendidikan agamanya, seperti mensosialiasikan buku Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, sebagaimana pernah kita bahas dalam CAP-239. 

Dulu, di tahun 1980-an, rencana program pengajaran Panca Agama di sekolah-skeolah pernah gagal, karena ditolak keras oleh tokoh-tokoh Islam dan tidak mendapat dukungan dari kalangan akademisi dari Perguruan Tinggi Islam. Kini, situasi sudah berubah. Kini, justru lembaga seperti PPIM-UIN yang ingin merombak Pendidikan Agama, sesuai dengan pesanan Barat. Pemikiran-pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan selera kaum liberal dicap sebagai konservatif, radikal, dan berpengaruh atas terjadinya terorisme di Indonesia. 

Betapa naif dan konyolnya cara berpikir model PPIM-UIN Jakarta tersebut. Guru agama yang meyakini kebenaran aqidah dan syariah Islam dicap sebagai konservatif, radikal, dan sebagainya. Jika para guru agama menyarankan murid-muridnya agar tidak mengikuti perayaan-perayaan ala Barat, tentunya itu harus dihormati. Di sinilah kita melihat bagaimana otoriternya kaum liberal dalam memaksakan pandangan dan konsep-konsep Barat terhadap kaum Muslim. 

Dalam masalah aqidah, sejak dulu, kaum Muslim sudah bersikap tegas. Berkaitan dengan kekufuran, para pimpinan NU, misalnya, telah bersikap tegas. Dalam Muktamar NU ke-14 di Magelang, 1 Juli 1939, ditetapkan bahwa kitab Taurat, Injil, dan Zabur yang ada di tangan kaum Kristen, Katolik, dan Yahudi sekarang ini bukanlah kitab samawiyah yang wajib diimani kaum Muslim. Dalam Muktamar NU ke-13 di Menes Banten, 12 Juli 1938, diputuskan, bahwa seorang yang mengatakan kepada anaknya yang beragama Kristen, ”Kamu harus tetap dalam agamamu”, yang diucapkan dengan sengaja dan ridha atas kekristenan si anak, maka orang tua tersebut telah menjadi kufur dan terlepas dari agama Islam. (Lihat, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam; Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004), terbutan Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN-NU) Jawa Timur). 

Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid II, oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah (1991), hal. 238-240, sudah diterangkan, bahwa hukum menghadiri PNB adalah Haram. Muhammadiyah dalam hal ini juga mengacu kepada fatwa MUI. Adapun soal ”Mengucapkan Selamat Hari Natal” dapat digolongkan sebagai perbuatan yang syubhat dan bisa terjerumus kepada haram, sehingga Muhammadiyah menganjurkan agar perbuatan ini tidak dilakukan. Terhadap orang yang mengakui adanya nabi lagi setelah nabi Muhammad saw, Majlis Tarjih PP Muhammadiyah tanpa ragu-ragu untuk menyatakan, bahwa orang tersebut kafir. 

Pandangan dan sikap kaum Muslim yang tegas dalam urusan aqidah tersebut harusnya dihormati oleh para dosen dan peneliti di PPIM-UIN Jakarta. Keyakinan terhadap kebenaran agamanya juga ditunjukkan oleh Gereja Katolik. Melalui Dokumen Dominus Iesus yang dikeluarkan Vatikan pada 6 Agustus 2000, Gereja Katolik menegaskan: ”Jelas sangat bertentangan dengan iman Katolik, bila berpendapat bahwa Gereja seperti salah satu alternatif jalan keselamatan bersama-sama dengan yang ditawarkan oleh agama-agama lain, yang dipandang sebagai pelengkap bagi Gereja, atau secara substansial sederajat dengan Gereja… ”. (Lihat perdebatan seputar Dominus Iesus pada buku Stefanus Suryanto berjudul Paus Benediktus XVI (Jakarta: Obor, 2008)). 

Sebagai salah satu lembaga yang menyandang nama Islam, sebaiknya PPIM-UIN menghentikan aktivitas-aktivitasnya yang menyudutkan umat Islam dan mengajak umat Islam ragu dengan kebenaran aqidah dan syariah Islam. Kita mengimbau agar mereka mau belajar dan bersikap kritis – sedikit saja – terhadap pemikiran dan politik imperialistik negara-negara Barat. 

Kita berharap, lembaga-lembaga seperti PPIM-UIN mau menyadari kekeliruannya dan memiliki rasa malu untuk merusak agama dengan dalih membuat kemaslahatan untuk umat manusia. Masih banyak jenis penelitian lain yang bermanfaat bagi umat Islam, meskipun mungkin kurang diminati para ”cukong”. Betapa pun, kita sebenarnya salut dengan kesungguhan PPIM-UIN Jakarta dalam melakukan suatu penelitian. Satu pelajaran berharga bisa kita petik: untuk merusak Islam pun perlu strategi dan kesungguhan. 

Akhirul kalam, kita renungkan satu peringatan dari Allah SWT: ”[i]Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS ar-Rum: 60)/i]. [Depok, 7 Dzulhijjah 1429 H/5 Desember 2008/www.hidayatullah.com] 

 sultan agung (1591-1645)  pangeran antasari (1809-1862)  kh hasyim asy'ari (1875-1947) sultan malmud badaruddin 2 (1767-1852)  
 tuanku imam bonjol (1772-1864)  haji umar said cokroaminoto (1883-1934)  nyai h siti walidah ahmad dahlan (1872-1946)  kh ahmad dahlan (1868-1923)
ki hajar dewantara (1889-1959)    cut nyak dhien (1850-1908) pangeran diponegoro (1785-1855)   sultan hasannudin (1631-1670)  
ra kartini (1879-1904) dr cipto mangunkusumo (1886-1943) maria walanda maramis (1872-1924) cut nyak meutia (1870-1913)
abdul muis (1883-1959) sri susuhunan paku buwono 6 (1807-1849) kapitan pattimura (1783-1817) haji agus salim (1884-1954)
h samanhudi (1868-1956) raden dewi sartika (1884-1947) nyi ageng serang (1752-1828) sisingamangaraja 12 (1849-1907)
supriyadi (1823-1945) untung suropati (-1706) suryopranoto (1871-1958) dr sutomo (1888-1938)
teungku cik di tiro (1836-1891) martha khristina tiyahahu (1800-1818) teuku umar (1854-1899) dr wahidin sudiro husodo (1852-1917)

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar